Tuesday, March 20, 2012

#SepenggalSelasa - Kita Bicara Tentang Menangisi Diri Sendiri

"Pagi hari bagiku adalah saat untuk berkabung. Setiap pagi aku merasakan seluruh tubuhku. Aku menggerakkan jari-jemariku dan kedua tanganku - apa pun yang masih dapat kugerakkan - dan aku berkabung setiap kali menemukan ada bagian atau kemampuan yang hilang," ucap Morrie saat ditanya apakah ia sering menangisi dirinya.

ALS adalah penyakit yang bergerak seperti lilin. Awalnya kau hanya tidak bisa menggerakkan satu bagian tubuhmu. Namun, semakin hari penyakit itu akan terus menggerogoti tubuhmu, hingga yang dapat kau lakukan hanyalah berbaring di ranjang dan tak dapat berbuat apa-apa.

Penyakit ALS yang diderita Morrie menggerogoti tubuhnya dari bawah. Bermula dari kelumpuhan kakinya dan terus akan menjalar ke bagian tubuh atas. Dan setiap hari, penyakit tersebut akan mendisfungsikan bagian tubuhnya yang lain. Hanya tinggal menunggu waktu hingga penyakit tersebut menggerogoti seluruh tubuhnya.

Pantas kau sering menangis, coach. Aku lumrah dengan itu. Penyakitmu adalah penyakit yang belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Tak banyak yang bisa kau harapkan atas kesembuhan kondisimu.

Dan tentang kau mengasihani dirimu sendiri? Rasa takut pertama ketika kau bangun di pagi hari? Aku bisa mengerti itu. Ya, aku bisa mengerti, coach.

Dulu, hampir setiap hari aku menangisi kondisi fisikku yang dilahirkan tak sempurna. Setiap pagi, ketika hendak berangkat ke sekolah, seringkali aku merenung. Kenapa aku harus dilahirkan timpang? Aku terlahir dengan kondisi kaki yang tidak sama panjangnya, dan kondisi tersebut membawaku ke kehidupan yang penuh dengan ejekan. Ingin rasanya berteriak bahwa aku juga tidak meminta dilahirkan dengan kondisi ini.

Ya, ini bukan mauku. Aku tidak meminta kondisi seperti ini ketika lahir. Bahkan aku tak sempat bernegosiasi tentang hal ini.

Aku memang tidak lumpuh, coach. Tapi aku menyadari betul apa yang kau rasakan. Menangisi diri sendiri. Menyesali apa yang terjadi. Kejadian yang bukan kita yang mau. Kejadian yang memaksa kita untuk menerima. Kejadian yang membuat kita belajar.

Belajar menerima diri sendiri.

"Aku memberi kesempatan kepada diriku untuk menangis kalau itu perlu," lanjut Morrie. "Tapi setelah itu aku memusatkan perhatianku kepada segala hal yang masih baik dalam hidupku. Kepada orang-orang yang datang menjengukku. Kepada kisah-kisah yang akan kudengar. Aku tidak membiarkan diriku hanyut dalam rasa kasihan berlebihan kepada diriku sendiri. Setiap pagi kubiarkan diriku menangis sedikit, tapi hanya itu."

Ah, lagi-lagi kau benar coach. Terlalu awal bagiku untuk mengerti saat itu. Namun sekarang aku sadar. Tak perlu lagi aku malu dengan kondisiku. Tak guna lagi meratapi apa yang telah terjadi. Cukup sedikit menangis setiap pagi, kemudian hadapi hari dengan tegar. Untuk apa menangisi diri berkepanjangan?

Your life begin when you can accept yourself as who you are exactly. With those disables, fears, weaknesses. Make peace with them and start to trust yourself. Trust yourself with all your heart.


Matahari yang paling indah ialah matahari yang terbit setelah datangnya badai. Pernah dengar kalimat itu? Entah darimana aku mendapatkannya, tapi jelas kalimat itu masih terngiang dalam pikiranku.

Badaiku telah selesai. Masa berkabung atas kekuranganku telah berakhir. Aku tak lagi di tengah badai. Aku memilih matahari, dan sebuah masa depan.

The condition maybe can not change. I am the one who must change!

Aku tidak akan menjadi diriku yang sekarang jika tak pernah mengasihani diriku sendiri. Aku menjadi kuat karena aku pernah lemah.

Hadapi badai itu. Kasihanilah dirimu sendiri. Menangislah!

Lalu temukan mataharimu sendiri.

Temukan matahari dimana kau bisa ikut bercahaya dengannya.

Dan tetaplah seperti itu...


No comments:

Post a Comment