Tuesday, March 20, 2012

#SepenggalSelasa - Kita Bicara Tentang Menangisi Diri Sendiri

"Pagi hari bagiku adalah saat untuk berkabung. Setiap pagi aku merasakan seluruh tubuhku. Aku menggerakkan jari-jemariku dan kedua tanganku - apa pun yang masih dapat kugerakkan - dan aku berkabung setiap kali menemukan ada bagian atau kemampuan yang hilang," ucap Morrie saat ditanya apakah ia sering menangisi dirinya.

ALS adalah penyakit yang bergerak seperti lilin. Awalnya kau hanya tidak bisa menggerakkan satu bagian tubuhmu. Namun, semakin hari penyakit itu akan terus menggerogoti tubuhmu, hingga yang dapat kau lakukan hanyalah berbaring di ranjang dan tak dapat berbuat apa-apa.

Penyakit ALS yang diderita Morrie menggerogoti tubuhnya dari bawah. Bermula dari kelumpuhan kakinya dan terus akan menjalar ke bagian tubuh atas. Dan setiap hari, penyakit tersebut akan mendisfungsikan bagian tubuhnya yang lain. Hanya tinggal menunggu waktu hingga penyakit tersebut menggerogoti seluruh tubuhnya.

Pantas kau sering menangis, coach. Aku lumrah dengan itu. Penyakitmu adalah penyakit yang belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Tak banyak yang bisa kau harapkan atas kesembuhan kondisimu.

Dan tentang kau mengasihani dirimu sendiri? Rasa takut pertama ketika kau bangun di pagi hari? Aku bisa mengerti itu. Ya, aku bisa mengerti, coach.

Dulu, hampir setiap hari aku menangisi kondisi fisikku yang dilahirkan tak sempurna. Setiap pagi, ketika hendak berangkat ke sekolah, seringkali aku merenung. Kenapa aku harus dilahirkan timpang? Aku terlahir dengan kondisi kaki yang tidak sama panjangnya, dan kondisi tersebut membawaku ke kehidupan yang penuh dengan ejekan. Ingin rasanya berteriak bahwa aku juga tidak meminta dilahirkan dengan kondisi ini.

Ya, ini bukan mauku. Aku tidak meminta kondisi seperti ini ketika lahir. Bahkan aku tak sempat bernegosiasi tentang hal ini.

Aku memang tidak lumpuh, coach. Tapi aku menyadari betul apa yang kau rasakan. Menangisi diri sendiri. Menyesali apa yang terjadi. Kejadian yang bukan kita yang mau. Kejadian yang memaksa kita untuk menerima. Kejadian yang membuat kita belajar.

Belajar menerima diri sendiri.

"Aku memberi kesempatan kepada diriku untuk menangis kalau itu perlu," lanjut Morrie. "Tapi setelah itu aku memusatkan perhatianku kepada segala hal yang masih baik dalam hidupku. Kepada orang-orang yang datang menjengukku. Kepada kisah-kisah yang akan kudengar. Aku tidak membiarkan diriku hanyut dalam rasa kasihan berlebihan kepada diriku sendiri. Setiap pagi kubiarkan diriku menangis sedikit, tapi hanya itu."

Ah, lagi-lagi kau benar coach. Terlalu awal bagiku untuk mengerti saat itu. Namun sekarang aku sadar. Tak perlu lagi aku malu dengan kondisiku. Tak guna lagi meratapi apa yang telah terjadi. Cukup sedikit menangis setiap pagi, kemudian hadapi hari dengan tegar. Untuk apa menangisi diri berkepanjangan?

Your life begin when you can accept yourself as who you are exactly. With those disables, fears, weaknesses. Make peace with them and start to trust yourself. Trust yourself with all your heart.


Matahari yang paling indah ialah matahari yang terbit setelah datangnya badai. Pernah dengar kalimat itu? Entah darimana aku mendapatkannya, tapi jelas kalimat itu masih terngiang dalam pikiranku.

Badaiku telah selesai. Masa berkabung atas kekuranganku telah berakhir. Aku tak lagi di tengah badai. Aku memilih matahari, dan sebuah masa depan.

The condition maybe can not change. I am the one who must change!

Aku tidak akan menjadi diriku yang sekarang jika tak pernah mengasihani diriku sendiri. Aku menjadi kuat karena aku pernah lemah.

Hadapi badai itu. Kasihanilah dirimu sendiri. Menangislah!

Lalu temukan mataharimu sendiri.

Temukan matahari dimana kau bisa ikut bercahaya dengannya.

Dan tetaplah seperti itu...


Sunday, March 18, 2012

Today is Hari Ini

Kalo ada yang nanya sama gue, “kapan sih hari terbaik dalam hidup lo?”
Gue akan jawab: “hari ini.”
Kalo ada yang nanya, “kapan sih lo mulai perubahan hidup lo?”
Gue akan jawab: “hari ini.”
Kalo ada yang nanya, “kapan lo akan mulai wujudin mimpi lo?”
Kembali akan gue jawab: “hari ini.”
Kalo ada yang nanya, “kapan lo mau bahagiain orang-orang di sekeliling lo?”
“Kapan lo mau persiapin masa depan lo?
“Kapan lo mulai kerjain passion lo?”
“Kapan hari yang akan lo inget seumur hidup lo?”
Jawaban gue tetep sama: “hari ini”.

Because there’s no day better than TODAY.
Whatever the beginning or the ending, today is the one and only day you can have.
You can’t touch yesterday.
You haven’t reached tomorrow.
Today is the best day in a rest of your life.

You did something good yesterday?
Doing better today!
You failed yesterday?
Do all over again today!
And TODAY will be always the best day you can have.
Give all the best you can do, because today will come once.
And today, you will reach up your dreams closer than before…


Tuesday, March 13, 2012

#SepenggalSelasa – Kita Bicara Mengenai Hal Yang Patut Diperjuangkan


“You must love one another, or die”
Kau ingat itu, coach? Kata-kata yang seringkali kau kutip untuk terus mengingatkan kami tentang pentingnya mencintai?
Apa artinya hidup jika kau tidak dapat mencintai? Mengasihi? Memberikan perhatianmu kepada orang lain yang kau rasa patut untuk menerimanya?
Rasanya semua orang punya kualifikasi itu. Kualifikasi untuk mendapatkan perhatian dan rasa cinta kita kepada mereka. Ya, semua orang punya kualifikasi untuk itu.
Sebegitu rusakkah rasa kemanusiaanmu sehingga sebuah kesalahan membuat seseorang tak lagi pantas untuk dapat kau cintai? Sebegitu takutkah dirimu membagikan cinta pada orang-orang yang telah menyakitimu? Apakah seberat itu bagimu?
Does love hurt? No! Love always wins. If you couldn’t see it now, maybe the match isn’t over yet.
Yes, maybe the match isn’t over yet…
Sempat suatu kali terlintas dalam pikiranku, bahwa tidak semua hal patut kita perjuangkan. Termasuk cinta. Kita tak dapat memaksakan cinta. Kita tak dapat memaksakan respon serupa dari apa yang kita berikan. Untuk apa lagi memperjuangkan hal-hal yang senyatanya tak bisa kita miliki?
“You must love one another, or die” kau terus mengingatkan, coach.
Apakah semua hal itu kemudian membuatmu berhenti mencintai? Apakah cinta hanya sesempit respon yang diberikan dari si penerima cinta? Cinta selalu berbicara mengenai apa yang bisa kau berikan, bukan apa yang bisa kau dapatkan.
Kau memang tidak bisa memaksakan respon dari cinta yang kau berikan, tapi jelas kau dapat meyakinkan bahwa kau bisa memberikan cinta itu, apapun kondisinya.
Banyak hal di dunia ini yang tidak patut kita perjuangkan. Kebencian, sakit hati, iri, dengki, egois, tamak. Kita tak perlu memperjuangkan hal-hal tersebut. Untuk apa memperjuangkan hal yang pada akhirnya menggerogoti hidup kita dari dalam?
Tapi satu hal yang jelas harus kita perjuangkan: cinta. It’s not about being loved. It’s about loving the others.
Kita sedang tidak membahas cinta yang sempit. Cinta kepada lawan jenis yang kita sukai, pacar kita, tunangan kita. Tidak, kita tidak sedang membicarakan itu. Kita sedang berbicara mengenai cinta universal. Cinta terhadap sesama. Cinta kepada semua orang yang kita cintai.
Dan ketika kau tidak menemukan alasan untuk memperjuangkan cinta kepada seseorang, cobalah mencintainya dengan cara yang berbeda.
… because love is the rational thing you can decide.

Sunday, March 11, 2012

Surga Itu Cuma 8 Jam Dari Kampus Gue ~ Part 2

Exploring The Hidden Paradise


Kalimat tersebut merupakan tema yang coba diusung oleh tim panitia pelaksana dalam perjalanan gue dan segenap anak-anak Psikologi ke pantai Sawarna Banten kemarin.

Tanggal 1-4 Maret 2012 jadi tanggal bersejarah karena salah satu keindahan Indonesia, the hidden paradise, berhasil gue kunjungin dan eksplor keindahannya. Capek memang perjalanan menuju kesana, tapi melihat keindahan dan pengalamannya, semua rasa lelah itu terbayar sudah.



2 Maret 2012, hari pertama di Sawarna:


Check point pertama Amazing race kami adalah di sekitar pantai Sawarna dimana kami berkumpul pada awalnya. Kira-kira hanya sekitar 200 meter dari tempat permainan voli pantai. Setelah cukup jauh tertinggal dari kelompok lainnya, kami mencoba peruntungan di pos pertama tersebut.

Dua belas garis sejajar pendek telah dibuat di atas pasir oleh pihak panitia. Ternyata pos pertama ialah pos hangman, dimana kami diminta untuk menebak kata yang menjadi pemenuhan garis kosong tersebut.

Dua belas huruf. Dua kata. Satu kalimat.

Dengan berbagai clue yang diberikan, satu per satu dari kami berusaha menebak setiap huruf yang memungkinkan dapat membentuk kata tersebut. Tak banyak kata yang harus kami tebak memang, dan hal tersebut memudahkan kami untuk menebak kata yang tersembunyi di balik permainan tersebut.

Hanya dalam waktu kurang dari 5 menit, kami berhasil menebak kata yang tersembunyi di dalam sana, yang ternyata merupakan nama tempat dimana pos selanjutnya berada: Tanjung Layar.




Tanjung Layar merupakan tempat eksotis yang seringkali menjadi tempat persinggahan para turis untuk menikmati matahari terbit. Tempat lainnya yang menjadi saksi keindahan pantai Sawarna di Indonesia ini...

Perjalanan ke Tanjung Layar tidak terlalu sulit. Jalan setapak memimpin jalan kami ke tempat yang menjadi favorit persinggahan tersebut. Gue sendiri menikmati perjalanan karena di kanan-kiri jalan setapak itu banyak sawah dan pepohonan-pepohonan rindang yang awam banget gue jumpai di Jakarta. Gue bahagia keluar sejenak dari hiruk pikuk dan penatnya kepadatan ibu kota.

Dan perjalanan sekitar 1 kilometer mengantar gue dan temen-temen satu kelompok ke sebuah tebing tinggi besar yang indah banget. Gue sampe di tempat favorit hampir semua turis yang pernah dateng di Sawarna. 

Gue di Tanjung Layar.

Asumsi gue, kenapa dinamain tanjung layar adalah karena bentuk tebing menjulang yang ada di tengah laut di daerah itu. Tebing menjulang itu memang disebut tanjung, dan kenapa dinamain layar, mungkin karena tanjung tersebut membentang cukup tinggi hingga meyerupai bentangan layar sebuah kapal. Nggak semerta-merta berbentuk layar, tapi gue asumsikannya seperti itu. Sok tau memang, tapi gue tertarik aja sama namanya... J


Tanjung layar itu adanya di tengah laut, dan ternyata memang gak sulit untuk mencapai kesana. Kalo air laut nggak pasang, kita sebenernya bisa aja jalan menyusuri pasir di pantai untuk sampai ke tanjung layar tersebut. Tapi karena pas gue sampe sana, air laut sedang pasang, gue dan temen-temen lainnya harus rela basah karena harus menyusuri laut untuk sampai kesana. Gak tinggi kok. Cuma sebatas pinggang aja. Dan akhirnya gue berhasil sampai di tanjung layar. Menyentuh eksotisme alam yang sungguh luar biasa indahnya.

Tanjung Layar.





Setelah puas menyusuri laut demi menyentuh eksotisme alam, gue dan temen-temen satu kelompok diajak untuk menghafal rules yang memang menjadi ciri khas Sawarna itu sendiri. Kami memang pengunjung dan kami belajar untuk menjadi pengunjung yang baik. Tempat ini bukanlah hasil jerih payah tangan manusia. Kuasa yang di luar nalarlah yang menjadikan itu semua. Segala keindahan dan mempesonanya alam Sawarna tetap harus dijaga, dan demi menjaga semuanya itu, dibuatlah peraturan yang sayangnya seringkali diacuhkan pengunjung. 

Kami diajar untuk mentaati peraturan tersebut.

Menjaga kebersihan di sekitar lingkungan desa Sawarna
Menjaga kelestarian di sekitar lingkungan desa Sawarna
Mentaati tata krama di desa Sawarna

Yah, gue gak ngerti banyak sih tentang tata krama di sana. Tapi yang jelas, gue sadar kalo gue harus jaga kebersihan dan kelestarian Sawarna ini. Gue cuma gak mau pantai ini jadi pantai kotor seperti pantai yang sering dikunjungin sama pengunjung gak bertanggung jawab di Jakarta.

Then, setelah menghafal semua peraturan itu, kami diperbolehkan makan siang. Bekal makan siang memang udah kami siapkan sejak pagi. Hanya nasi dan sepotong ayam, tapi nikmat banget karena wangi laut menambah nafsu makan gue. Gue lupa kapan terakhir kali makan sambil ditemenin desiran ombak di tepi pantai. Yang jelas, momen kayak gini yang gak bisa digantiin sama apapun. 

Ketenangan pantai. It's just like, you come deeper in your inner peace.

Alam sebegitu luar biasanya emang. Bagi gue terutama. Karena alam, gue merasa tenang. Amat tenang. Gue merasa bahwa Tuhan sedang turut serta berkecimpung dalam meracik komposisi damai dengan menggunakan angin, ombak, dan wangi laut di pantai. Sempurna buat gue yang merindukan ketenangan alam setelah muak dengan hiruk pikuk di tengah kota.




Setelah makan dan cukup istirahat, satu per satu kelompok mulai meninggalkan tanjung layar sesuai dengan urutannya. Dan benar saja, kelompok gue ada di urutan paling belakang. Tengah siang yang terik harus kita lalui buat pemberhentian berikutnya dalam amazing race hari itu: Goa Lalay...

What? Goa? Alay?

Oke absurd. Namanya absurd.

Gue rasa cuma anak alay yang bisa masuk goa itu. Dan berhubung gue gak mirip sama Andhika Kangen band, gue agak sedikit menolak menuju destinasi itu. Tapi apa boleh buat, gue gak bisa nolak. Ini kan perjalanan bersama. Dan diliat dari namanya yah, kayaknya bentuknya sih bakalan goa.

Goa. Di Sawarna. Tempat yang terkenal sama pantainya. Dan kita menuju goa?

Yah terlepas dari ke-absurd-an namanya, sejujurnya gue pengen banget coba eksplor goa. Film sanctum yang gue tonton di bioskop membuat gue pengen rasain yang namanya menjelajahi goa itu seperti apa. Lagi-lagi bukan karena mau sombong, tapi karena gue tertantang liat keindahan goa secara langsung. Tepat dengan mata kepala gue sendiri. Goa dengan segala arsitekturnya. Arsitektur alam. Yang juga bukan hasil tangan manusia, tapi kuasa di luar nalar. Tangan Tuhan sendiri.

Perjalanan ke goa lalay adalah perjalanan terjauh gue pertama selama di Sawarna. Gue pikir jarak homestay ke tanjung layar aja udah lumayan jauh tuh. Kira-kira 45 menit jalan kaki lah. Nah, posisi goa lalay ini sekitar satu jam perjalanan dari homestay. Kalo jalan kaki dari tanjung layar ke goa lalay, bisa dibayangin lah jauhnya seberapa. Gue merasa jalan kaki dari kampus gue di Sudirman, pulang ke rumah gue di bilangan Cempaka Putih. Jalan kaki. Tengah siang dan matahari terik.

Perfect!

Sepanjang perjalanan gue cuma bisa senyum-senyum kecil. Antara senyum kecut dan senyum bahagia yang diblender jadi satu. Senyum kecut karena gue merasa perjalanan gak nemu tujuannya. Jauhnya luar biasa. Panasnya bener-bener bakar kulit gue. Belang antara lengan yang ketutup baju dan yang langsung kebakar matahari bisa dengan jelas keliatan di hari pertama gue di Sawarna.

Senyum bahagia karena gue berhasil wujudin mimpi gue untuk mencoba eksplor goa. Dan sekali lagi gue beruntung, karena gue eksplor di Sawarna. Tempat yang sama sekali gak gue ekspektasikan ada goa. But, it's true. I didn't believe that I can explore any cave in that place. I think it's just full of beach and sea.





Gue semakin penasaran. Apa ya kira-kira yang bakal gue eksplor di sana?

Thursday, March 8, 2012

Surga Itu Cuma 8 Jam Dari Kampus Gue ~ Part 1



Namanya Sawarna.


Sebuah pantai di bilangan ujung Banten itu emang udah jadi tujuan gue semenjak awal tahun lalu. Beberapa kali gue ajak temen-temen yang emang niat travelling dan berujung sama kata “nggak jadi deh” atau “kapan-kapan aja yah”.  Jawaban klasik.


Tapi sekarang beda. Pecinta alam fakultas gue adain jalan-jalan bareng untuk eksplor pantai eksotis yang belum banyak dikunjungin orang itu. Gue akhirnya ke Sawarna…


Jam 10 malem, gue beserta temen-temen psikologi lainnya berangkat naik bus AC dari kampus gue di Atma Jaya Sudirman. Excitement yang dirasakan bener-bener luar biasa banget. Apalagi buat gue. Sawarna adalah tempat yang pengen banget gue singgahi sebelum gue mati nantinya. Salah satu tempat di Indonesia yang harus, kudu, musti gue datengin buat salurin rasa cinta gue sama negeri ini. Buat gue percaya bahwa dunia salah bilang kalo Indonesia itu jelek. Buat gue bisa melihat dengan mata kepala gue sendiri keindahan negeri yang selama ini kasih kehidupan buat gue. Buat gue merasa gak salah bangga sama Indonesia. Buat gue bisa melihat sejuta hal yang gak akan bisa gue tahu kalo cuma lihat Indonesia dari media. Gue mau tambah kebanggaan gue sama Indonesia, dan gue mau dikenal sebagai warga negara yang gak cuma menikmati indahnya ibukota, tapi juga pelosok nusantara. Dan kali ini, gue akan jelajahi Sawarna…


Perjalanan ke ujung Banten harusnya selesai ditempuh dalam waktu 8 jam. Tapi supir bus yang bawa kita itu emang udah dewa banget sama kecepatannya kalo di jalanan. Agak ngeri emang ngebutnya, tapi aman-aman aja sih. Alhasil kita sampe ke desa Sawarna itu Cuma 7 jam 15 menit. Itupun udah termasuk setengah jam berhenti buat ke WC dan istirahat makan pop mie. Boong kalo bilang pantat gak pegel. Kalo bisa dilepas, boleh kali tuh gue lepas dulu tuh pantat. Pegelnya poll banget dah. Emang penuh perjuangan ya kalo mau ke tempat yang sempurna…


Jalan masuk ke desa dimana gue akan tinggal gak sembarangan. Gue beserta temen-temen gue harus melewati satu-satunya jembatan gantung yang menghubungkan jalan raya sama desa tempat gue tinggal. Masih bagus sih emang jembatannya, tapi ya tetep aja ngeri karena gue hampir gak pernah naik jembatan sepanjang itu dan bener-bener rasain yang namanya pijakan goyang pas jalan. Agak ngeri juga naik jembatan gitu jam 5 pagi. Masih gelap banget dan cuma dituntun sama cahaya senter. Pelan-pelan akhirnya gue berhasil lewatin jembatan itu. Untuk sampai di homestay tempat gue tinggal, gue masih harus jalan kurang lebih 15 menit ke dalem desa. Gak banyak yang bisa diliat karena memang matahari belum muncul dan listrik sangat minim di desa itu. Alhasil, cahaya senter juga yang nememin gue dan temen-temen gue sepanjang perjalanan ke homestay. Dinamain homestay karena tempat itu ingin dijadikan penduduk gak hanya sebagai tempat persinggahan, tapi juga bisa dianggap rumah sendiri sama pengunjung. Bener-bener salut sama keramahan warga Sawarna.




Kurang lebih jam 6 pagi gue udah nempatin homestay yang disediakan buat gue dan 5 temen gue lainnya. Bentuknya kayak kamar yang cukup gede dan isinya cuma ranjang dan lemari doang. Cukup lah buat ber-6. Ada kamar mandi pula. Manteb nih tempatnya.


Jam 6 pagi itu pas banget sama naiknya matahari di tengah gunung yang menjulang di hamparan Sawarna. Tepat di belakang homestay gue, tersajikan pemandangan indah pertama gue di Sawarna. Luasnya sawah padi nan hijau dan diujung pandang ada dua gunung yang menjulang tinggi. Sambil sedikit ditutupi kabut, matahari pelan-pelan mulai terbit tepat ditengah-tengah gunung. Pemandangan itu jelas tepat seperti coretan gambar anak-anak ketika diminta menggambar sebuah pemandangan ketika di taman kanak-kanak. Mungkin inilah realitas dari coretan pensil yang pernah gue buat dulu sewaktu TK. Hari itu gue gak sedang menggambarnya. Hari itu gue bener-bener menikmati indahnya hamparan hijau dan rona kekuningan yang muncul pelan-pelan dari balik gunung. Gue bener-bener tertegun dibuatnya. Gue pikir gue cuma bisa liat itu semua di buku gambar, tapi ternyata nggak.




Pagi itu adalah pagi terindah sepanjang hidup gue. Dan beruntung gue merasakannya di Sawarna.


Gak lama berselang, gue dan teman-teman lain dikumpulkan di pantai Sawarna yang ternyata deket banget sama homestay dimana gue tinggal. Cuma jalan kaki sekitar 5 menit, dan whoala pasir putih dan laut yang masih biru tersajikan langsung di depan mata gue. Ujung ke ujung cuma ada pantai, pantai, dan pantai. Karang menjulang tinggi dan banyaknya pohon kelapa membuat pemandangan itu jadi semakin eksotis. Gak salah banyak media mengekspos pantai ini jadi salah satu pantai terbaik di Indonesia. Dan gue menjadi salah satu orang yang terpukau karenanya.


Karena perjalanan ini diusung oleh pecinta alam, bisa dibilang mereka itu panitianya. Mereka yang atur kami, para peserta harus melakukan apa aja selama di Sawarna. Nah, di pantai itu kami di briefing tentang apa aja yang bakal kita lakuin selama 3 hari di sana. Ternyata hari itu akan dimulai dengan perjalanan menyusuri tempat-tempat indah dengan cara amazing race. Kami dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 5-6 orang. Gue masuk satu kelompok sama @marlinrusli @riri @deztvyl @chandra yang akhirnya memutuskan untuk menamai kelompok kami sebagai kelompok yuyukangkang…


Setelah dibagi kelompok dan briefing, kami kemudian balik ke homestay buat siap-siap perlengkapan jalan dan juga sarapan pagi. Bekal makan siang juga harus disiapkan buat makan nantinya di perjalanan. Sekitar jam setengah 9 pagi, gue beserta teman-teman lainnya udah kumpul lagi di pantai dan bersiap mengarungi Sawarna… 


Penentuan tim pertama jalan dilakukan dengan cara permainan pantai, yaitu voli pantai. Baiklah, gue terakhir main voli itu pas 2 SMA dan itupun gak dilakuin di pantai. Sempet shock tapi bener-bener merasa exciting karena gue belom pernah melakukan hal itu sebelumnya.


Singkatnya, kelompok gue sial mendapat giliran terakhir buat jalan. Tapi itu jelas jadi keuntungan tersendiri, karena kelompok gue bisa banyak menikmati pantai terlebih dahulu sambil foto-foto girang sama ombak pantai. What a beach!!!








… Dan perjalanan amazing race mengarungi Sawarna gue dimulai. Daripada dikatakan mengeksplor pantai, menurut gue lebih tepat dibilang mengeskplor sebuah surga.

Tuesday, March 6, 2012

#SepenggalSelasa – Kita Bicara Mengenai Masa Pernah Muda


            Pagi tadi saya bangun agak sedikit terlambat. Maklum, beberapa malam saya harus tetap terjaga untuk memikirkan masa depan yang akan saya jalankan kemudian. Penghasilan yang belum memadai, tabungan yang belum terkelola dengan baik, rancangan biaya kehidupan di masa mendatang jika saya sudah berkeluarga, konsep bisnis yang ingin dikembangkan sebelum menginjak usia senja, dan banyak hal lain yang menyita pemikiran saya belakangan ini.
            “Ini memang sudah waktunya.” banyak orang mengingatkan. Ya, saya memang sadar hal itu. Tapi terkadang saya berpikir bahwa saya ingin waktu masa kecil saya kembali. Masa dimana saya tak perlu memikirkan sulitnya mencari uang. Masa dimana saya tidak peduli dengan dilemanya jatuh cinta. Masa dimana tertawa dan bercanda mengisi hari-hari saya tanpa digeluti tuntutan-tuntutan berarti. Masa dimana sebuah kesalahan menjadi sebuah pemakluman pribadi. Terkadang saya berpikir untuk kembali. Kembali pada masa dimana tidak banyak kedewasaan yang diperlukan untuk menjalani perjalanan kehidupan.
            Tapi sekarang saya ada di sini. Kita semua ada di sini. Di sebuah masa dimana kita tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun pikiran, dan diberi tuntutan-tuntutan yang menjadi tanggung jawab pribadi kita.
Tak ada waktu yang kembali.
Tak ada masa lalu yang bisa kita jelajahi lagi.
Faktanya kita ada di sini. Masa dimana tak satupun hal bisa kita pungkiri.
Kita tidak semakin muda. Ya, semakin hari kita semakin tua.
            Saat kecil, kita berharap cepat menjadi remaja. Saat remaja, kita berharap hidup di masa dewasa. Ketika lelah menjadi seorang dewasa, kita ingin menikmati masa tua. Saat masa tua tak lagi lama berselang, kita ingin kembali menjadi anak kecil. Siklus yang tak pernah berhenti. Pemikiran akan hidup yang tidak penuh. Hidup yang tak memiliki tujuan. Hidup yang tak terpuaskan.
            “Kenapa tidak ada manusia sekarang yang berharap semoga dirinya cepat beranjak tua? Karena generasi ini telah menyembah masa muda, dan aku tak akan pernah melakukannya. Aku pernah berada pada umur 22, dan sekarang adalah masa dimana aku berumur 78. Hanya orang-orang yang tidak pernah menemukan tujuan hidupnya yang berharap untuk dirinya selalu menjadi muda.” ucap Morrie saat menanggapi pertanyaan Mitch mengenai keinginannya untuk kembali muda.
            Masuk akal, coach. Saya tak pernah menemukan ada orang yang menyatakan bahwa semoga dirinya beranjak tua. Semua orang ingin dirinya terus menjadi muda. Menjadi generasi yang selalu melakukan hal-hal luar biasa dan hebat. Menjadi seorang muda yang tak dekat dengan kematian. Hidup santai dan memiliki tenaga. Egosentris. Bebas. Tak ada masa yang lebih menyenangkan dari masa muda. Tapi sekali lagi kau benar, coach. Suatu saat kita pasti akan menjadi tua, dan hanya orang-orang yang tak menemukan tujuan hidupnya yang tak ingin tua. Karena jika kita menemukan makna dalam kehidupan kita, alasan mengapa kita ada, hasrat terdalam di setiap hembusan nafas kita, maka kita tidak punya alasan untuk kembali. Tidak ada sedikit keinginan untuk berada pada masa sebelum masa kita sekarang. Masa lalu hanyalah sejarah. Hanya ketika kita sadari itu semua, kita ingin hidup kita beranjak maju.
Because if you've found meaning in your life, you don't want to go back. You want to go forward.
Apakah suatu saat nanti, ketika kita tua, kita akan puas dengan kehidupan kita? Atau malah merengek meminta kembali masa-masa jaya kita ketika muda?
Ingat ini: saat kita tua nanti, kita pernah merasakan masa muda. Kita pernah muda. Dan sekarang saat raga kita masih muda, apa yang mau kita lakukan? Temukan tujuan mengapa kau hidup, dan hari-harimu akan menarik jika berjalan maju. Bukannya berharap mundur.
Sekarang, saya menikmati hari-hari saya dipenuhi dengan tuntutan dan tanggung jawab yang baru. Menikmati setiap kesulitan berat sebagai tantangan yang harus saya hadapi sekarang. Merayakan setiap pencapaian-pencapaian yang telah saya raih dengan kerja keras. Yah, inilah hidup. Forgive yourself for what you didn’t do in the past and start to set something new for you achieve in the future. Because life is supposed to living forward, not backward.