Tuesday, June 19, 2012

#SepenggalSelasa - Kita Bicara Tentang Takdir #1


"If you have a chance to change your fate, would you?"

Gambar diunduh dari sini

Kata-kata tersebut saya dapatkan dalam trailer sebuah film animasi yang tampaknya akan meraih sukses di masa perputarannya. Saya merasa bahwa kata-kata tersebut begitu bermaknanya untuk saya telaah dan renungkan sepanjang beberapa hari ini. Beberapa pemaknaan baru akan hidup hadir ketika saya meluangkan waktu untuk merenungkan hal-hal tersebut. Mengenai takdir, dan mengenai hidup.

Banyak orang merespon pertanyaan tersebut kepada saya dengan jawaban-jawaban "I wouldn't", "It's a privilege born with this fate", "I'm satisfied enough".  Saya tidak mengerti mengapa mereka menjawab hal-hal demikian. Apakah mereka cukup puas dengan keadaan hidupnya dan merasa bahwa hidupnya telah memberikan arti yang signifikan? Apakah mereka begitu saja menerima takdir yang ada di depan mereka?

Tampaknya banyak orang masih salah kaprah dengan pertanyaan tersebut. Mereka menganggap bahwa takdir adalah masa lalu yang menjadikan setiap mereka seperti sekarang ini. Bagi saya, jika takdir didefinisikan sebagai hal tersebut, saya juga merasa puas dengan kondisi saya. Tak sedikitpun bagian dari diri saya yang ingin saya rubah dalam masa lalu saya.

But life is supposed to live forward, right?

Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, namun jelas kita bisa memilih masa depan kita. Our future is not a fate, it's in our decision. Jika kita tahu bahwa masa depan kita tidak akan berjalan dengan baik jika kita terus menerus menjadi diri kita seperti yang sekarang, akankah kita merubahnya?

Itulah inti pertanyaan saya di awal tulisan ini. "If you have a chance to change your fate, would you?"

Saya tidak dapat bayangkan apa jadinya negeri ini jika mereka para pengubah sejarah memilih untuk menerima semua yang telah ditakdirkan tanpa berusaha membentuk takdir mereka sendiri.

Saya tidak dapat bayangkan Indonesia tanpa Ki Hajar Dewantara. Jika beliau menerima takdir bahwa pendidikan memang tidak bisa diperjuangkan di negeri ini, maka tidak akan pernah ada jenjang sekolah tinggi yang membuat kita cerdas seperti sekarang ini. Beliau amat memperjuangkan sebuah konsep Taman Siswa agar anak-anak Indonesia ketika itu dapat mengenyam pendidikan yang setidaknya dapat mencerdaskan mereka. Beliau amat memegang teguh bahwa pendidikanlah tonggak dasar sebuah bangsa.

Apa jadinya jika Ki Hajar Dewantara menolak berjuang untuk takdir masa depan pendidikan indonesia?

Gambar diunduh dari sini

Saya juga tidak dapat bayangkan Indonesia tanpa lahirnya R.A. Kartini. Beliau tumbuh besar dalam sebuah takdir yang penuh dengan pertentangan dimana strata kaum wanita berada di bawah kaum pria. Beliau menolak untuk diam. Kegerakan untuk menyamakan strata pria dan wanita masih terdengar hingga kini. Emansipasi wanita yang ia perjuangkan memberi dampak bagi seluruh kaum wanita di Indonesia.

Apa jadinya jika R.A. Kartini menolak berjuang demi takdir wanita Indonesia?

Gambar diunduh dari sini

Begitu banyak orang yang masih merasa bahwa hidup itu harusnya mengalir seperti air. BODOH! Kita belajar bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Jika hidup kita mengikuti prinsip air, maka hidup kita akan terus menuju pada pemaknaan yang lebih rendah.

Ikan berenang melawan arus air. Layang-layang terbang melawan arus angin. Karena semua yang terbawa arus adalah hal yang mati. Begitu pula hidup kita. Jangan pernah merasa bahwa hidup kita harus mengikuti sebuah arus bernama takdir.

Ubah hidupmu. Tentukan takdirmu sendiri. Karena tak ada satupun orang hebat yang berhasil karena mengikuti takdir. They build their own fate.

Now, for the last time, I remembered you once again with this question: "if you have a chance to change your fate, would you?"


Gambar diunduh dari sini

No comments:

Post a Comment