Tuesday, March 4, 2014

Strategi: Sebuah Nafas Dalam Usaha

Saya yakin setiap dari kita tahu mengenai Kodak. Sebuah perusahaan yang menjadi pionir sebuah produk fotografi dan telah berjaya melahirkan produk-produk inovatif yang kemudian bisa kita rasakan dampaknya sekarang ini. Bahkan Kodak adalah pionir dari negatif film yang membuat dunia gempar karena dapat membawa hasil foto mereka kemana-mana.


Namun sayang, setelah berjuang mati-matian untuk tetap bertahan hidup, perusahaan Kodak telah dinyatakan berakhir semenjak tahun 2012. Era digital semakin merajalela dan sedikit demi sedikit orang meninggalkan negatif film yang mereka rasa tidak mereka butuhkan lagi.

Kodak bukannya tidak melihat perubahan tersebut, tapi ditengarai Kodak amat ragu-ragu dan tidak total untuk mengubah bisnis mereka secara signifikan. Akhirnya, orang muali beralih dari produk Kodak ke produk-produk lain yang dirasa lebih canggih dan mengikuti tren masa kini.

Kodak bukanlah satu-satunya. Lihatlah IBM sekarang ini, handphone Nokia yang dulu pernah berjaya, social media Facebook, kini telah diambang "kematian"nya. Begitu banyak produk yang dulu pernah berjaya kita telah tergantikan oleh produk-produk baru yang semakin canggih dan berkelas.

Saya belajar bahwa inovasi akan terus ada, dan jika kita tidak berusaha mengikuti kemampuan kita dengan inovasi yang beredar di dunia, bersiaplah tertinggal.

Dalam program T100 yang diadakan UCEO (Universitas Ciputra Entrepreneur Online), sebuah kuliah online yang saya ikuti, saya diajarkan mengenai strategi dalam berwirausaha. Begitu pentingnya sebuah strategi dalam usaha agar kita lnatas tidak mengalami "kematian" dalam berbisnis.


Setiap bisnis pasti akan mengalami masa penurunan. Masa dimana produknya tidak lagi menjadi unggulan dan era yang berlangsung sedikit demi sedikit menenggelamkan produk yang kita jual. Oleh sebab itu dibutuhkan strategi.

Banyak perusahaan yang menjadikan strategi sebagai "jurus pamungkas" dimana saat pelanggan mulai menurun minatnya atas produk yang dijual, barulah memutar otak untuk memunculkan strategi untuk berubah. Padahal, strategi seharusnya menjadi nafas sebuah usaha.

Bukan hanya saat penjualan menurun, namun di setiap saat pebisnis harus memutar otak untuk melancarkan strategi agar tidak berakhir dengan "kematian". Sebagai seorang entrepreneur, sudah seharusnya strategi menjadi teman baik kita sepanjang perjalanan menuju puncak kesuksesan. Tidak hanya menjadi jurus yang keluar saat keadaan menjadi tidak stabil, tapi justru strategi menjadi nafas bagi kita untuk terus maju dan bertumbuh.

Pak Sudhamek, seorang CEO Garudafood dengan lantang mengingatkan saya bahwa bisnis jangan hanya mencari profit. Betul bahwa kita butuh profit dalam usaha yang kita bangun, namun jika kita menjadikan profit sebagai satu-satunya tujuan kita menjalankan bisnis, itu sudah salah besar. Di industri apapun kita berada, sebenarnya yang kita jual bukanlah barang atau jasa, melainkan sebuah nilai tambah.

Setiap orang mencari nilai tambah atas suatu produk atau jasa yang kita sediakan. Artinya, poin pentingnya bukan pada jasa atau barangnya, tapi lebih kepada nilai yang diberikan atas barang atau jasa tersebut. Kualitas yang kita bangun seharusnya adalah kualitas yang tidak bisa tidak dilirik oleh konsumen. Oleh sebab itu, sebuah nilai tambahlah yang menjadikan sebuah bisnis terus bertumbuh.

Namun, saya belajar bahwa nilai tambah tidak dihasilkan begitu saja. Perlu daya pikir luar biasa untuk menentukan strategi bagaimana sebuah nilai tambah itu dihasilkan. Dan seorang pebisnis harus mampu mengubah kendala menjadi sebuah peluang strategi untuk berusaha agar bisnis yang dikelolanya menjadi lebih baik lagi dan tetap dilirik oleh konsumen yang ada.

Belajar dari Kodak, janganlah lalai untuk mengatur strategi. Layaknya tim sepak bola, strategi menjadi langkah awal sebuah tim bisa memenangkan pertandingan.

Success always start from execution, and a great execution always start with great strategy.
So, let's strategize!


1 comment:

  1. Tulisannya enak dibaca.
    Salsm entepreneur!

    ReplyDelete